Kamis, 05 Januari 2012

Hakikat Pendidikan indonesia

Apakah hakikat pendidikan sebenarnya? Mengacu pada keadaan pendidikan Indonesia yang semakin lama terpuruk dalam jurang kegagalan. Ditilik lebih dalam lagi, sistem pendidikan Indonesia menunjukkan kualitas yang jauh dari harapan. Pelaku pendidikan, objek pendidikan dan perantara pendidikan perlu dibenahi lebih dalam agar mencapai tujuan pendidikan yang didamba. Mengapa harus ada pendidikan? Dengan adanya pendidikan, kita mampu menciptakan generasi bangsa yang siap dan tangguh dalam menjalankan pemerintahan di setiap aspek untuk mencapai kemakmuran.
“…. tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. ….”
Oleh sebab itulah, hakikat pendidikan sangat dibutuhkan untuk mencetak generasi bangsa yang diinginkan. Sekolah merupakan lembaga formal yang dijadikan sebagai fasilitas untuk mewadahi para generasi bangsa dalam mengenal dan belajar tentang hakikat ilmu. Berangkat dari tujuan tersebut, dapat diperoleh suatu pandangan bahwa sekolah merupakan harapan dari masyarakat untuk bisa mewujudkan generasi emas bangsa. Akan tetapi sampai sejauh ini, lembaga sekolah formal masih belum bisa memenuhi harapan.
Dunia pendidikan memang semakin terpuruk dengan ketidakjelasan birokrasi, fasilitas dan penanganan pendidikan yang ada. Jika tidak, bagaimana datangnya angka putus sekolah sebanyak 12 juta siswa di tahun 2007. Fakta tersebut merupakan suatu hal ironi dimana lembaga legislatif seperti DPR dan MPR yang harusnya menjadi panutan masyarakat memberikan bantuan selayaknya pada kekeringan dana di dunia pendidikan, tidak menuntut dibangunnya gedung baru yang seharusnya bisa dialokasikan untuk membantu siswa putus sekolah. Fakta tersebut memang miris namun itu adalah fakta yang terjadi di lingkungan kenegaraan saat ini.
Kembali ke persoalan hakikat pendidikan yang sebenarnya. Kemunculan UAN (Ujian Akhir Nasional) untuk menguji kompetensi akademik kognitif tiap siswa dirasa merupakan sebuah keputusan yang jauh dari tujuan pembelajaran. Apabila dikembalikan pada tujuan pendidikan yang sebenarnya, siswa diharapkan memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan dijadikan bekal untuk mengarungi masa depan. Dengan keberadaan UAN, siswa bukannya dengan antusias mempelajari dan mengembangkan ilmu yang diperoleh, namun cenderung tertekan karena harus kerja rodi agar tak menanggung malu jika tidak lulus.
Bahkan segala cara digunakan agar dapat lulus dari UAN. Mencontek pun bukan menjadi masalah bahkan direkomendasikan oleh oknum guru agar sekolah tidak menanggung malu jika ada siswanya tidak lulus. Apakah itu hakikat pendidikan yang sebenarnya? Berkaca dari Freire, ia mengatakan bahwa sebenarnya hakikat pendidikan adalah membebaskan. Siswa yang merasa bebas untuk mempelajari studi yang mereka sukai akan lebih mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Fungsi Pancasila sebagai Moral Bangsa

Ungkapan Pancasila sebagai moral bangsa bukanlah suatu hal yang berlebihan karena Pancasila mempunyai nilai luhur, norma dan sikap yang bisa dijabarkan menjadi sesuatu yang utuh dan menyatu dalam kepribadian bangsa kita. Dengan Pancasila sebagai moral bangsa diharapkan akan membawa perubahan yang baik bagi bangsa sehingga masyarakat Indonesia akan menjadi pribadi dengan tingkah laku yang baik.
“Dengan penerapan Pancasila sebagai moral bangsa, bangsa kita akan mampu menghindarkan dari dari watak hipokrit yang senang berpura-pura. Sifat ini akan membatasi manusia untuk berbuat jujur dan kebohongan akan membawa negara kita pada kehancuran ini.”
Pancasila adalah dasar negara yang telah dirumuskan dan disepakati oleh pendiri bangsa kita sebagai tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, hendaknya semua tingkah laku bisa dijiwai oleh Pancasila yan bulat dan utuh. Pancasila sebagai moral bangsa ini juga mampu memberikan keyakinan pada masyarakat tentang keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam suatu hubungan. Hubungan ini tidak hanya antara kita dan Tuhan tapi juga antara manusia dan manusia serta manusia dan alam. Dengan hubungan baik yang terjalin ini, diharapkan akan mampu untuk mengejar kemajuan lahiriah dan batiniah.
Pancasila sebagai moral bangsa juga diharapkan bisa menjadi tuntutan bagi bangsa kita agar mampu menghindari hal-hal buruk yang akan membawa bangsa kita pada perubahan yang memprihatinkan. Dengan penerapan ini, bangsa kita akan mempunyai manusia-manusia dengan kualitas yang tinggi sehingga Indonesia akan menjadi bangsa yang maju.
Dengan penerapan Pancasila sebagai moral bangsa, bangsa kita akan mampu menghindarkan dari dari watak hipokrit yang senang berpura-pura. Sifat ini akan membatasi manusia untuk berbuat jujur dan kebohongan akan membawa negara kita pada kehancuran ini. Nilai Pancasila yang diterapkan akan membantu anda untuk bersikap tanggung jawab sehingga tidak perlu melemparkan kesalahaan pada orang lain. Selain itu, penerapan Pancasila sebagai moral bangsa juga akan melatih bangsa kita menjadi bangsa yang adil sehingga tidak akan ada perbudakan pada yang lemah oleh yang kuat.
Penerapan Pancasila sebagai moral bangsa ini juga penting dalam membentuk pribadi yang kuat akan keyakinan yang benar dan tidak mudah goyah oleh tekanan dan godaan apapun. Selain itu, penerapan tersebut juga akan membuat kita terhindar dari sifat dengki, cemburu dan juga kurang sabar.

PEMBUDAYAAN TEKNOLOGI MAKLUMAT DAN KOMUNIKASI (ICT)

Impak globalisasi dan perkembangan teknologi maklumat menuntut agar beberapa
perubahan dibuat dalam sistem pendidikan. Kualiti pendidikan negara akan bertambah
baik jika ICT digunakan kerana ia boleh meninggikan minat dan motivasi untuk belajar,
di samping mempercepatkan proses belajar. Kemahiran teknologi maklumat dan
komunikasi menukar secara besar-besaran cara pelajar menimba, mengguna dan
mengedarkan ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya ini membolehkan pelajar bersedia
untuk bersaing secara global. Dalam konteks perkembangan yang dinyatakan di atas,
maka timbullah soalan-soalan khusus untuk sistem pendidikan di Malaysia hari ini, dan
untuk agensi-agensi lain yang terlibat dengan proses mendidik dan membudayakan
masyarakat golongan muda di bidang ICT. Apakah kesan tuntutan untuk
memperkembangkan ICT ini ke atas dasar dan amalan (practice) pendidikan?
Sejauhmanakah sistem pendidikan bersedia untuk memainkan peranannya? Apakah
perubahan dalam kaedah, sistem penilaian dan pengkayaan yang wajar dibuat? Pendek
kata, bagaimana sebenarnya proses pembudayaan untuk ICT ini harus dirancang dan
dilaksanakan? Satu kajian dijalankan dengan memberi perhatian khusus kepada
pembudayaan remaja dalam arus perkembangan teknologi maklumat dan komunikasi.
Kajian menghuraikan sejauhmana sistem pendidikan di Malaysia dalam setting formal
dan tak formal bersedia mempromosikan budaya celik komputer, celik IT dan seterusnya
budaya teknologi maklumat dan komunikasi (ICT) di kalangan golongan muda. Secara
lebih sepesifik kajian menentukan sejauhmanakah dasar pendidikan, kurikulum dan
program-program latihan di peringkat menengah dan tinggi relevan dengan keperluan
semasa. Gambaran yang diperolehi dilihat dari pelbagai sudut, kaum, jenis sekolah,
lokasi sekolah dan tahap pendidikan.

PEMBUDAYAAN TEKNOLOGI MAKLUMAT DAN KOMUNIKASI (ICT)

Impak globalisasi dan perkembangan teknologi maklumat menuntut agar beberapa
perubahan dibuat dalam sistem pendidikan. Kualiti pendidikan negara akan bertambah
baik jika ICT digunakan kerana ia boleh meninggikan minat dan motivasi untuk belajar,
di samping mempercepatkan proses belajar. Kemahiran teknologi maklumat dan
komunikasi menukar secara besar-besaran cara pelajar menimba, mengguna dan
mengedarkan ilmu pengetahuan. Dengan sendirinya ini membolehkan pelajar bersedia
untuk bersaing secara global. Dalam konteks perkembangan yang dinyatakan di atas,
maka timbullah soalan-soalan khusus untuk sistem pendidikan di Malaysia hari ini, dan
untuk agensi-agensi lain yang terlibat dengan proses mendidik dan membudayakan
masyarakat golongan muda di bidang ICT. Apakah kesan tuntutan untuk
memperkembangkan ICT ini ke atas dasar dan amalan (practice) pendidikan?
Sejauhmanakah sistem pendidikan bersedia untuk memainkan peranannya? Apakah
perubahan dalam kaedah, sistem penilaian dan pengkayaan yang wajar dibuat? Pendek
kata, bagaimana sebenarnya proses pembudayaan untuk ICT ini harus dirancang dan
dilaksanakan? Satu kajian dijalankan dengan memberi perhatian khusus kepada
pembudayaan remaja dalam arus perkembangan teknologi maklumat dan komunikasi.
Kajian menghuraikan sejauhmana sistem pendidikan di Malaysia dalam setting formal
dan tak formal bersedia mempromosikan budaya celik komputer, celik IT dan seterusnya
budaya teknologi maklumat dan komunikasi (ICT) di kalangan golongan muda. Secara
lebih sepesifik kajian menentukan sejauhmanakah dasar pendidikan, kurikulum dan
program-program latihan di peringkat menengah dan tinggi relevan dengan keperluan
semasa. Gambaran yang diperolehi dilihat dari pelbagai sudut, kaum, jenis sekolah,
lokasi sekolah dan tahap pendidikan.

Upaya Guru Dalam Meningkatkan Evektifitas Belajar Mengajar

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai jika guru mampu siswa dan sarana pengajaran serta mengedalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan persyaratan mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar.
Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha pengorganisasian lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajar yang menimbulkan proses belajar (Uzer Usman, 1988:6).
Dari kutipan di atas mengandung makna bahwa gurulah yang mengatur mengawasi dan mengelola kelas agar tercapainya proses belajar mengajar yang berarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Syarifudin Nurdin bahwa guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar, memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran (Syarifudin Nurdin, 2002:1).
Di samping itu pula guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuannya (Uzer Usman, 1998:10).
Dari beberapa keterangan di atas telah menunjukan betapa pentingnya suatu pengelolaan kelas yang baik agar tercapainya proses belajar mengajar yang akhirnya berdampak baik terhadap pencapaian prestasi belajar mengajar siswa atau anak didik. Karena dorongan itulah maka perlu adanya suatu penelitian yang mengamati tentang usaha apa yang akan dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas maka dalam penelitian ini penulis mencoba mengamati guru dalam mengelola kelas agar tercapainya proses belajar mengajar.

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA


   Transliterasi yang dipakai dalam Disertasi ini adalah pedoman Transliterasi Arab-Indonesia berdasarkan Surat Keputusan bersama Meneri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 22 Jauari 1988.
Arab
Latin
Arab
Latin
Arab
Latin
ا
`
ز
z
ق
q
ب
b
س
s
ك
k
ت
t
ش
sy
ل
l
ث
ts
ص
sh
م
m
ج
j
ض
d
ن
n
ح
h
ط
t
و
w
خ
kh
ظ
z
ه
h
د
d
ع
ء
ذ
ż
غ
g
ي
y
ر
r
ف
f

-


Catatan:
1.  Konsonan yang bersyaddah ditulis dengan rangkap
Misalnya ;   ربـنـا ditulis rabbanâ.
2.      Vokal panjang (mad) ;
Fathah (baris di atas) di tulis â, kasrah (baris di bawah) di tulis î, serta dammah (baris di depan) ditulis dengan û. Misalnya;   الـقـارعـة ditulis al-qâri‘ah,  المــسـاكـيـن ditulis al-masâkîn,  الـمـفـلحونditulis al-muflihûn
3.      Kata sandang alif + lam (ال)
Bila diikuti oleh huruf qamariyah ditulis al, misalnya ; الـكافـرون ditulis al-kâfirûn. Sedangkan, bila diikuti oleh huruf syamsiyah, huruf lam diganti dengan huruf yang mengikutinya, misalnya ;   الـرجـالditulis ar-rijâl.
4.      Ta’ marbûthah ( ة).
Bila terletak diakhir kalimat, ditulis h, misalnya;  الـبـقـرةditulis al-baqarah. Bila ditengah kalimat ditulis t, misalnya;  زكاة الـمـال ditulis zakât al-mâl, atau سـورة النـسـاء ditulis sûrat al-Nisâ`.
5.      Penulisan kata dalam kalimat dilakukan menurut tulisannya, Misalnya;    وهـو خـيـرازقــين  ditulis wa huwa khair ar-Râziqîn.



Sunan Gunung Djati-Mana penulisan kata/istilah yang benar: ustadz, ustad, atau ustaz? Tanpa melihat dulu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menurut saya penulisan yang benar adalah ustadz.
Pasalnya, “dz” merupakan transliterasi paling pas buat huruf “dzal” (ذ ) dalam bahasa Arab. Huruf ”d” untuk “dal” (د ) dan “z” untuk “zay” (ز).
Memang, sudah ada pedoman transliterasi (alih aksara) Arab-Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Bersama Meneri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 22 Januari 1988, antara lain sebagai berikut:


Arab
Latin
Arab
Latin
Arab
Latin
ا
`
ز
z
ق
q
ب
B
س
s
ك
k
ت
T
ش
sy
ل
l
ث
ts
ص
sh
م
m
ج
J
ض
d
ن
n
ح
H
ط
t
و
w
خ
kh
ظ
z
ه
h
د
D
ع
ء
ذ
Ż
غ
g
ي
y
ر
R
ف
f

-
Namun, tidak semua orang mengacu kepada pedoman itu, mungkin karena tidak mengetahuinya atau mengetahuinya tapi merasa “tidak sreg” sehingga mengabaikannya. Apalagi, masing-masing media memiliki “buku gaya” (style book), yakni pedoman penulisan, sendiri-sendiri. Simak saja, misalnya, koran Pikiran Rakyat menulis Ka’bah dengan “Kabah”, Ustadz dengan “ustaz”, istiqomah dengan “istikamah”.
Transilterasi Arab-Indonesia yang sering berbeda adalah untuk penulisan huruf/kata antara lain sebagai berikut:
Tsa (ش) : hadits – hadis
Kho (خ ) : khilaf – hilaf,
Dzal (ذ ) : ustadz – ustad, ustaz
Ain mati (ع ) : ka’bah – kabah, ma’ruf – maruf,
Gha (غ) : maghrib – magrib, istighfar – istigfar, ghafur-gafur
Shad (ص ) : shalat-salat, solat, sholat
Sebagian istilah atau kata bahasa Arab sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, seperti sedekah (shodaqoh), gaib (ghaib, ghoib), magrib (maghrib), azan (adzan), kalbu (qolbu), batin (bathin), wasalam (wassalam), dan sebagainya.
Namun, lagi-lagi, penulisan kata-kata tersebut sering tidak seragam. Jadi, sekali lagi, meskipun sudah ada pedoman Transliterasi Arab-Latin SKB Menag dan Mendibud, tidak jarang buku-buku pelajaran agama ataupun buku agama yang lain masih belum seragam mengeja kosakata Arab tersebut.
Ada kecenderungan untuk menuliskan konsonan bahasa Arab itu dalam bentuk huruf ganda, seperti dl, dh, dz, sh, gh, th, ts. Padahal, menurut pakar bahasa, huruf ganda seperti itu tidak ada dalam sistem ejaan Indoesia. Oleh sebab itu, seharusnya tidak digunakan dalam menuliskan unsur serapan bahasa: